A.
Pandangan
Pengembangan Pertanian Organik
Saat
ini telah ada pergeseran permintaan terhadap produk-produk pertanian dari yang
mulus-mulus (kimiawi) ke produk organik (bioproduk). Tumbuh beberapa usaha wisata yang menjual
produk hotel dan restorannya dengan label organik. Kondisi tersebut merupakan peluang yang harus
direbut dan diisi. Alam Indonesia sangat kaya dengan flora dan fauna yang
berpotensi sebagai bahan pupuk organik dan bahan aktif pestisida nabati serta
mikroba antagonis dan musuh alami sebagai bahan baku untuk mengisi kekosongan
teknologi yang ada baik dengan teknologi sederhana maupun tinggi (Sosromarsono
& Untung 2000).
Cara-cara mekanik dan fisik yang telah
berkembang sejak dulu dan dalam era modern merupakan teknologi alternatif yang
dapat diadopsi untuk keperluan itu (Oka 1995).
Sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yang telah diadopsi dalam sistem
perlindungan tanaman di Indonesia dapat dijadikan andalan utama untuk mendukung
SPO secara berkelanjutan (Oka & Supartha 1991; Untung 1997: Supartha 1999).
Oleh karena itu, peluang pengembangan pertanian dengan sistem organik sangat
mungkin terutama di daerah-daerah potensial dengan dukungan teknologi yang
tersedia (Oka & Supartha 1995).
Menurut Adjid
(2001), pembangunan pertanian modern adalah suatu rangkaian panjang dari
perubahan atau peningkatan kapasitas, kualitas, profesionalitas dan
produktivitas tenaga kerja pertanian, disertai dengan penataan dan pengembangan
lingkungan fisik dan sosialnya, sebagai manifestasi dari akumulasi dan aplikasi
kemajuan teknologi dan kekayaan material serta organisasi dan manajemen.
Mosher (1985)
mengemukakan bahwa ada sepuluh faktor penentu dalam modernisasi pertanian yang
meliputi lima syarat pokok dan lima syarat pelancar. Kelima syarat pokok
tersebut meliputi:
(1) adanya pasar untuk hasil-hasil
usaha tani,
(2) teknologi yang senantiasa
berkembang,
(3) tersedianya bahan-bahan dan
alatalat produksi secara lokal,
(3) adanya perangsang produksi bagi
petani, dan
(5) tersedianya pengangkutan yang
lancar dan kontinyu.
Adapun syarat
pelancar pembangunan pertanian meliputi:
(1) pendidikan pembangunan,
(2) kredit produksi,
(3) kegiatan gotong royong petani,
(4) perbaikan dan perluasan tanah
pertanian, dan
(5) perencanaan nasional
pembangunan pertanian.
Pembangunan
pertanian modern merupakan langkah strategis mewujudkan pembangunan pertanian
berkelanjutan sebagai paradigma baru, sehingga dapat meningkatkan daya beli
masyarakat perdesaan yang akan menjadi
pendorong pertumbuhan sektor nonpertanian.
B.
Konsep
Dan Model Pengembangan Pertanian Organik
Sistem
pertanian organik yang berkembang saat ini ada yang mengacu pada beberapa hal
sebagai berikut :
1. pendekatan
sistem pertanian tradisional yang hanya bertumpu pada teknologi sederhana termasuk
bahan-bahan organik.
2. sistem
pertanian yang masukannya berasal dari bahan organik seperti pupuk organik,
pestisida organik dan bahan-bahan organik lainnya.
3. Sistem
pertanian campuran yang melibatkan berbagai sistem usaha tani yang memproduksi
bahan organik (seperti peternakan, dan perikanan) dan mikroorganisme pengurai
(seperti cacing) untuk menghasilkan pupuk guna mendukung sistem produksinya
secara berkelanjutan.
Konsep pertanian
organik secara sempit mengindikasikan suatu proses produksi yang mendasarkan
sumbernya dari komponen-komponen organik.
Komponen-komponen organik tersebut antara lain berasal dari tanaman
(segar dan atau lapuk), mikrooraganisme, atau bahan nonsintetis lainnya. Berdasarkan batasan tersebut, komponen
produksi yang termaktub merupakan bahan-bahan yang dapat atau mampu
memperbaharui dirinya sendiri (renewable resources), sehingga sistem produksi
dapat dipertahankan secara berkelanjutan.
Sistem pertanian
organik yang mendasarkan komponennya dari bahan-bahan organik menghendaki
keragaman komponen yang mampu meningkatkan keragaman fungsi di dalam ekosistem
untuk menghasilkan produksi. Keragaman yang dimaksud adalah berbagai komponen
hidup dengan berbagai lingkungan hidupnya (biotik dan abiotik) berinteraksi
satu dengan lainnya untuk memberikan kontribusi secara fungsional dan
proforsional terhadap ekosistem yang dihuni.
C.
Sistem
pertanian organik (SPO).
SPO
merupakan suatu konsep lentur yang dapat
diadaptasikan dalam kondisi kekinian. Oleh karena itu sistem yang tergambar
dalam sistem pertanian lain hendaknya dapat dijadikan model dalam SPO yang
hasilnya diharapkan mampu menangkap peluang dan memenuhi tuntutan pasar yang berkembang
saat ini. Ada empat sistem yang
mempengaruhi pengembangan SPO dari sudut pandang pengambilan keputusan
pemasukkan sarana produksi (pengendalian hama dan penyakit penting) :
1. sistem
hama/penyakit (pathosystem). Sistem tersebut menggambarkan pola interaksi
antara hama dan atau patogen penyebab penyakit
dengan individu tanaman. Dari pola hubungan tersebut akan terlihat
kemampuan hama/patogen merusak tanaman atau kemampuan tanaman mengkompensasi
kerusakan tersebut.
2. sistem
pertanaman (cropping system) yang mengambarkan sistem hubungan antara
(OPT-Tanaman) dengan (pertanaman tunggal-antar pertanaman) lainnya. Pola hubungan tersebut akan menggambarkan (a)
poisisi kemampuan OPT memanfaatkan tanaman secara tunggal dan populasi di dalam
hamparan sebagai relung yang efektif untuk kelangsungan hidupnya. (b) kemampuan tanaman mendukung keberadaan
OPT tersebut. Harus dicermati apakah
kampuan daya dukung masih berada dalam kisaran toleransi tanaman atau telah
melampui ambang ekonomi. (c) Apakah
kondisi serangan itu hanya ada pada pertanaman tunggal atau menyebar ke
pertanaman lain.
3. sistem
usahatani (farming system) berkaitan dengan beberapa komponen fisik dan hayati
seperti lahan, air, tumbuhan (tumbuhan liar, perpohonan, tanaman budidaya) dan
hewan (hewan liar termasuk hama dan hewan peliharaan). Ekosistem usahatani
dalam sistem pertanian umumnya mempunyai perbedaan sumberdaya fisik, biologi
dan manusia pada masing-masing individu pemilik. Masing-masing sistem usahatani
tersebut membutuhkan input dalam maupun luar untuk melangsungkan proses
produksinya.
4. Ekosistem
pertanian (agroecosystem) organik mengkait posisi beberapa sistem usahatani
yang ada di dalam ekosistem pertanian tersebut.
Beberapa sistem usahatani tersebut meliputi komuditas tanaman (padi,
palawija, hortikultura, tanaman hias, perkebunan atau tanaman industri),
peternakan (sapi, babi, kambing, ayam dan sejenisnya), dan perikanan (kolam)
yang masing-masing mendapat prioritas tertentu di dalam ekosistem tersebut
secara temporal dan spasial.
D.
Agropolitan
Konsep dasar
pengembangan kawasan agropolitan adalah sebagai upaya menciptakan pembangunan
inter-regional berimbang. Artinya adalah untuk meningkatkan keterkaitan
pembangunan kota-desa melalui pengembangan kawasan perdesaan yang terintegrasi
dalam sistem perkotaan. Dalam upaya mengembangkan kawasan agropolitan
menyeluruh, terintegrasi, dan berkelanjutan diperlukan Pengembangan Kawasan
Agropolitan.
Tujuan dari
Pengembangan Agropolitan adalah:
1. Jangka
panjang: meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani
di kawasan agropolitan.
2. Jangka
menengah:
a) Menumbuhkembangkan
kelembagaan usaha petani on/off farm yang efektif, efisien, dan berdaya saing;
b) Menumbuhkan
iklim usaha yang mendorong perkembangan usaha masyarakat.
3. Jangka
pendek:
a) Menetapkan
lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai pusat dan wilayah pendukung kawasan
agropolitan;
b) Membuat
perencanaan bagi pengembangan kawasan agropolitan.
E. Pengembangan Pertanian
Organik Berbasis Agropolitan
Strategi
pengembangan sistem agribisnis tersebut adalah berbasis pada pemberdayagunaan
keragaman sumberdaya pada setiap daerah (domestic resources based), akomodatif
terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia, tidak mengandalkan pinjaman luar
negeri, berorientasi ekspor maka strategi pembangunan sistem agribisnis akan
bergerak menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan oleh barang modal dan
SDM yang lebih terampil (capital driven) sehingga mampu beralih pada proses
pembangunan agribisnis yang digerakkan oleh ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM
terampil (innovation-driven), sehingga diyakini mampu mengantarkan perekonomian
Indonesia memiliki daya saing yang tinggi.
Modernisasi
pertanian mutlak diperlukan bagi kemajuan dalam pembangunan pertanian sebab
modernisasi merupakasn salah satu syarat agar dapat bersaing dan dapat
meningkatkan kualitas hasil pertanian. Menurut Arsyad (2004:336339) ada
beberapa strategi dalam modernisasi pertanian, yaitu:
1. Perubahan
teknologi dan inovasi, teknologi baru dan inovasi-inovasi dalam bidang
pertanian merupakan syarat bagi upaya peningkatan output dan produktivitas.
Dalam strategi ini terdapat dua sumber inovasi teknologi yang dapat dijadikan
sebagai sumber peningkatan hasil pertanian, yaitu:
a. Pengenalan
terhadap mekanisasi pertanian sebagai ganti tenaga kerja manusia.
b. Inovasi
biologis (bibit unggul, cara penanaman, dll) dan inovasi kimiawi (pupuk,
insektisida, pestisida, dll), serta teknologi perbaikan mutu tanah yang ada.
2. Perbaikan
pola pemilikan tanah, struktur pertanian dan pola penggunaan tanah perlu disesuaikan dengan tujuan ganda, yaitu
meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pemerataan keuntungan bagi petani
secara luas.
3. Kebijaksanaan-kebijaksanaan
penunjang, pembangunan pertanian tidak akan berhasil jika pemerintah tidak
memberikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menunjang, seperti insetif-insentif
yang diperlukan, kesempatan berusaha dalam kegiatan ekonomi, dan kemudahan
untuk memperoleh input yang diperlukan sehingga memungkinkan para petani bisa
meningkatkan output sekaligus produktivitasnya. Selain itu perlu penataan pola
kepemilikan tanah, pelayananpelayanan penunjang dan kebijakan dalam hal input
dan output pertanian mutlak diperlukan dalam pembangunan pertanian.
4. Tujuan
pembangunan terpadu, pembangunan terpadu dapat diwujudkan melalui:
a. Perbaikan
taraf hidup termasuk pendapatan, pendidikan, kesehatan atau nutrisi, perumahan
dan hal-hal yang berhubungan dengan jaminan jaminan sosial.
b. Mengurangi
ketimpangan pemerataan pendapatan di pedesaan dari ketimpangan perbedaan antara
pedesaan dan perkotaan serta kesempatan-kesempatan berusaha.
c. Perbaikan
kapasitas sektor pedesaan dari waktu ke waktu.
Menurut Nasution
yang dikutip oleh Sudaryanto dan Rusastra (2000:48) konsep Agropolitan pada
dasarnya mencoba untuk mengakomodasi dua hal utama, yaitu menempatkan sektor
pertanian sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama, dan diberlakukannya
ketentuan-ketentuan mengenai otonomi daerah. Pentingnya wacana dan pengembangan
agropolitan didasari oleh pemikiran lemahnya hubungan fungsional antara
desa-kota, yang secara hakiki saling menghidupi, namun dalam kenyataannya
bersifat eksploitatif.
Secara garis
besar konsep Agropolitan mencakup beberapa dimensi (Nasoetion, yang dikutip
oleh Sudaryanto dan Rusastra (2000:48), yaitu:
1. Pengembangan
kota-kota berukuran kecil sampai sedang dengan jumlah penrluduk maksimum
600.000 dan luas maksimum 30.000 ha (setara dengan kota kabupaten);
2. Daerah
belakang (pedesaan) dikembangkan berdasarkan konsep perwilayahan komoditas yang
menghasilkan satu komoditas/bahan mentah utama dan beberapa komoditas penunjang
sesuai dengan kebutuhan;
3. Pada
daerah pusat pertumbuhan (kota) dibangun agroindustri terkait, terdiri atas
beberapa perusahaan, sehingga terdapat kompetisi yang sehat;
4. Wilayah
pedesaan didorong untuk membentuk satuan-satuan usaha yang optimal, yang
selanjutnya diorganisasikan dalam wadah koperasi, perusahaan kecil dan
menengah; dan
5. Lokasi
dan sistem transportasi agroindustri dan pusat pelayanan harus memungkinkan
para petani untuk bekerja sebagai pekerja paruh waktu (partime workers).
Besarnya biaya
produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan faktor-faktor
kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktorfaktor tersebut menjadi
optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi peran agropolitan adalah
untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung
kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang
diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa
input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain),
sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan
lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi,
dan lain-lain).
0 komentar:
Posting Komentar